“PLN Kembali Disorot: Tegangan Anggaran Ternyata Lebih Tinggi dari Tegangan Listrik”

Poros Demokrasi Jakarta – Drama baru kembali tayang di panggung besar BUMN, kali ini dibintangi oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero.

Bukan soal listrik padam, bukan pula soal tiang miring—melainkan soal dugaan penggelembungan anggaran jasa hukum yang nilainya begitu fantastis, hingga mahasiswa pun mengernyitkan dahi sambil bertanya: “Ini jasa hukum atau jasa sulap?”

Koalisi Aksi Mahasiswa Nusantara (KAMNAS) muncul sebagai pemeran pembuka cerita. Mereka menemukan aroma ketidakwajaran dalam pengelolaan dana bantuan hukum yang dikelola oleh unit Legal and Human Capital (LHC) PLN. Nama Direktur LHC, Yusuf Didi Setiarto, ikut terseret dalam laporan tersebut meski belum tentu sengaja ikut terseret—bisa jadi hanya terpeleset oleh keadaan.

Menurut juru bicara KAMNAS, sebagaimana yang dilanssir Terbit, La Ode Armeda, sejumlah tenaga hukum yang menangani perkara internal PLN hanya menerima sekitar Rp1,5 miliar. Angka itu tentu terdengar besar bagi orang biasa, tetapi menjadi kecil sekali jika dibandingkan dengan angka di atas kertas yang mencapai Rp15 miliar.

“Penugasan dilakukan oleh LHC melalui koordinasi dengan Senior Executive Vice President. Tapi entah siapa yang mengoordinasikan nilai kontraknya, karena perbedaan sepuluh kali lipat itu sangat inspiratif,” ujar Armeda, mencoba tetap sopan sambil menahan heran.

Mahasiswa menilai selisih itu bukan sekadar selisih. Dalam bahasa mereka, itu “indikasi pelanggaran serius”; dalam bahasa awam, itu “kok bisa segitu?”. Karena itu, KAMNAS mendesak KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan. Bukan hanya demi hukum, tapi demi memastikan bahwa kalkulator di lingkungan BUMN masih berfungsi normal.

KAMNAS juga mengajukan tuntutan: mencopot Yusuf Didi Setiarto dari jabatan Direktur LHC PLN dan melakukan audit menyeluruh terhadap anggaran jasa hukum. Audit ini diharapkan dapat menjawab satu pertanyaan penting: ke mana perginya angka yang hilang itu?

“Kami akan segera melaporkan dugaan ini secara resmi dan menggelar demonstrasi di depan kantor PLN. Kalau perlu, kami bawakan kalkulator cadangan,” kata Armeda.

Hingga berita ini ditulis, PLN belum memberikan tanggapan resmi. Bisa jadi masih memeriksa kontrak, bisa jadi sedang mencari tombol reply, atau mungkin sedang menunggu listrik stabil—siapa yang tahu.

Sebagai catatan, Yusuf Didi Setiarto menjabat sebagai Direktur LHC PLN sejak 21 September 2022. Unit yang ia pimpin bertanggung jawab terhadap aspek hukum dan sumber daya manusia. Walaupun, dalam kasus ini, mungkin aspek yang paling dibutuhkan adalah kemampuan menjelaskan ke mana perginya angka-angka yang berlari jauh itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *