Lucius Karus, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).
Poros Demokrasi Jakarta — Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terhadap kasus lima anggota DPR nonaktif tidak mencerminkan proses penegakan etik yang serius.
Peneliti Formappi, Lucius Karus, menyebut putusan MKD tersebut sudah dapat diduga sejak awal karena proses sidang yang berlangsung terlalu sederhana dan terburu-buru.
“Saya kira sih keputusan MKD memang sudah bisa diduga sebelumnya. Keputusan sebagaimana dibacakan hari ini memang nampaknya sudah sejak awal diniatkan oleh MKD.
Karena itu mereka menyiapkan skema persidangan yang sangat sederhana, hanya sehari rapat untuk menghadirkan saksi-saksi, setelahnya langsung rapat pembacaan keputusan,” ujar Lucius dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (5/11/2025).
Lucius menilai, dengan durasi sesingkat itu, MKD tidak memberi ruang bagi pendalaman kasus maupun kesempatan pembelaan bagi anggota DPR terlapor.
“Tak ada waktu untuk mendengarkan pembelaan kelima anggota DPR nonaktif. Mestinya ada dong waktu bagi mereka untuk membela diri dari tuduhan atau sangkaan yang disidang MKD,” tegasnya.
Ia juga menyoroti absennya pakar etika dalam sidang, yang seharusnya dapat memberikan penilaian objektif atas tindakan atau ucapan anggota DPR yang disangka melanggar kode etik.
“Kelihatan sekali kalau masalah etikanya tak didalami sungguh-sungguh. Justru persoalan hoaks yang jadi sorotan,” tambahnya.
Menurut Lucius, MKD justru memusatkan perhatian pada isu hoaks yang dianggap menyesatkan publik, padahal inti masalahnya adalah soal perilaku dan etika anggota DPR itu sendiri.
“Yang dibilang hoaks itu kan komentar orang-orang atas pernyataan atau aksi kelima anggota itu. Tapi jelas bukan berarti peristiwanya tidak benar. Ada joget-joget, ada salah angka, ada juga omong-omong. Jadi hoaksnya di mana?” kritiknya.
Lucius menegaskan bahwa kode etik DPR dibentuk untuk menjaga kehormatan dan wibawa lembaga legislatif, bukan sekadar menentukan ada tidaknya pihak yang dirugikan.
“Keputusan MKD ini dan semua prosesnya terlihat hanya untuk mengamankan nasib teman sendiri, bukan untuk menegakkan kehormatan DPR,” tandasnya.
Sementara itu, di media sosial, keputusan MKD tersebut menuai banyak cibiran. Warganet ramai-ramai menyampaikan kekecewaan terhadap putusan yang dinilai tidak adil dan hanya melindungi sesama anggota dewan.
Beragam komentar menyebut DPR kembali gagal menunjukkan sikap teladan di mata publik.



