FTA Kritik Keras Komite Reformasi Kepolisian: Komposisi Dinilai Tertutup

Poros Demokrasi Jakarta – Forum Tanah Air (FTA), jaringan tokoh, akademisi, aktivis, dan diaspora Indonesia di 22 negara dan 38 provinsi, menyatakan kekecewaan mendalam atas pembentukan Komite Reformasi Kepolisian RI yang diumumkan Presiden. Menurut FTA, struktur Komite yang berisi 10 nama, dengan separuhnya berasal dari perwira tinggi Polri dan sisanya berlatar hukum, sama sekali tidak mencerminkan kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.

FTA menilai Komite ini terbentuk secara homogen, tertutup, dan jauh dari semangat koreksi diri. Tidak ada unsur masyarakat sipil, ilmuwan politik, akademisi, tokoh agama, maupun representasi TNI yang selama ini turut beririsan dengan persoalan keamanan nasional. Struktur semacam ini, menurut FTA, membuat Komite berpotensi mandek sebagai formalitas administratif tanpa kekuatan melakukan perubahan mendasar.

FTA juga menyoroti masuknya sejumlah jenderal aktif maupun purnawirawan ke dalam Komite. Menurut mereka, lima jenderal yang duduk di barisan Komite justru merupakan aktor institusional yang bertanggung jawab terhadap kegagalan reformasi Polri satu dekade terakhir. FTA menuntut agar Jenderal (Purn.) Tito Karnavian, Jenderal (Purn.) Idham Azis, dan Jenderal (Purn.) Listyo Sigit Prabowo dikeluarkan dari struktur Komite karena dianggap sebagai figur kunci yang membiarkan menguatnya loyalitas politik di internal Polri, maraknya kriminalisasi warga, dan anjloknya kepercayaan publik.

FTA menyatakan bahwa Reformasi Kepolisian adalah agenda strategis bangsa yang tidak boleh diserahkan hanya kepada mantan pengelola institusi yang tengah dikritik.

Karena itu mereka menuntut masuknya ilmuwan politik, ahli hukum tata negara, dan unsur TNI untuk memastikan desain kelembagaan Polri tetap berada di bawah kendali sipil, selaras dengan mandat Reformasi 1998. Unsur tokoh agama dan masyarakat sipil juga dinilai wajib untuk menjaga perspektif moral, etika publik, dan suara masyarakat dalam pembahasan.

FTA juga menekankan pentingnya tata kerja Komite yang transparan. Ketua Komite diminta membuka agenda pembahasan, daftar isu krusial yang dikaji, serta membuka ruang perbedaan pandangan di dalam Komite.

FTA menuntut agar Komite membahas secara serius isu-isu fundamental, termasuk posisi Polri apakah tetap di bawah Presiden atau dipindah ke badan pengawas independen, desain desentralisasi kepolisian, reformasi kepangkatan agar tidak menyerupai militer, pembagian fungsi pusat–daerah, hingga evaluasi penanganan korupsi, narkoba, dan terorisme yang saat ini terkonsentrasi di Polri.

FTA menutup pernyataan dengan menegaskan bahwa reformasi Polri tidak boleh berhenti pada perombakan simbol atau struktur permukaan. Reformasi harus menyentuh akar masalah: relasi Polri dengan kekuasaan politik, orientasi tugas, dan watak kelembagaan. Mereka berkomitmen mengawal proses ini dan tidak menutup kemungkinan membawa evaluasi ke lembaga hukum nasional maupun internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *