Poros Demokrasi Surabaya — Di tengah hiruk-pikuk persiapan haji yang kian mendekat, Menteri Haji dan Umrah RI, Mochamad Irfan Yusuf, kembali menegaskan sebuah harapan: bahwa perjalanan suci ribuan jemaah Indonesia harus pula membawa cerita tentang negeri sendiri. Cerita tentang tangan-tangan UMKM lokal yang ikut menyajikan cita rasa Nusantara di tanah yang jauh dari rumah.
Dalam kunjungan kerjanya ke Jawa Timur, (16/11/2025), Irfan Yusuf berbicara dengan nada yang tenang namun penuh penekanan. “Pemerintah, dalam hal ini Kemenhaj RI, mendorong pelaku UMKM lokal untuk terlibat dalam pemenuhan konsumsi jemaah pada haji 1447H/2026M. Tentu semuanya melalui koordinasi dengan pemerintah daerah,” ujarnya, seolah memberi ruang bagi para pelaku usaha kecil untuk berdiri di panggung yang lebih besar.
Ia menyebutkan bahwa uji kelayakan makanan siap saji—yang kelak menjadi teman santap jemaah di sela ibadah—akan dilakukan di fasilitas milik Pemprov Jawa Timur. Sebuah pintu yang terbuka lebar, menghadirkan peluang bagi UMKM untuk menembus batas geografis dan ikut membawa rasa kampung halaman ke Tanah Suci.
Pertemuan Menhaj dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, berlangsung dalam nuansa kerja yang serius namun tak kehilangan rasa optimisme. Keduanya membahas banyak hal: dari kesiapan Asrama Haji Sukolilo yang menjadi rumah sementara bagi calon tamu Allah, hingga PLHUT yang berdiri sebagai pusat layanan. Dari skema kuota haji reguler hingga perhitungan matang kuota Petugas Haji Daerah (PHD) yang harus dijalankan secara adil dan tepat.
“Kemenhaj dan Pemprov Jawa Timur sudah berkoordinasi secara intens. Untuk PHD, kami tegaskan hanya pejabat setara eselon IV yang dapat terlibat, agar fokus pelayanan tetap menjadi prioritas,” ujar Irfan Yusuf, menyiratkan kehati-hatian dalam menjaga kualitas pelayanan jemaah.
Ia juga mengingatkan, dengan nada yang mengalir seperti penegasan lembut, bahwa kabupaten/kota yang belum memiliki gedung PLHUT akan tetap melaksanakan layanan haji dan umrah bersama Kementerian Agama. Tidak ada yang tertinggal, tidak ada pelayanan yang dibiarkan hampa.
Di balik semua itu, ada sebuah harapan yang tak diucapkan namun terasa: bahwa ibadah haji bukan sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga perjalanan panjang tentang bagaimana negara ini belajar hadir lebih dekat. Bahwa di antara jutaan langkah para jemaah di Tanah Suci, ada jejak UMKM lokal, ada kerja keras daerah, dan ada tekad pemerintah untuk memastikan pelayanan berjalan sebaik mungkin.
Dan dari Surabaya, angin persiapan itu kembali berhembus—pelan namun pasti—mengantar Indonesia menuju haji 2026 dengan kesiapan yang terus dipererat. (Diva)



