“Air Datang Tanpa Undangan, Banjir Pulang Tanpa Kepastian”


Poros Demokrasi Jakarta – Musim hujan kembali datang, membawa romantisme tahunan berupa air meluap, lumpur, dan jembatan hanyut. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui siaran pers terbarunya, Kamis (13/11), merangkum parade bencana air yang melanda Nusantara — dari Dompu hingga Banyumas, dari banjir biasa sampi banjir yang naik pangkat jadi “rob”.

Dalam laporan yang disusun penuh ketenangan di tengah air setinggi dada, BNPB mencatat lima daerah dilanda banjir dan dua daerah kebanjiran rob. Seperti biasa, setiap laporan ditutup dengan kalimat penuh harapan: “banjir berangsur surut.”
Mungkin karena airnya malu, atau karena warga sudah terbiasa.


Dompu: Banjir, Petir, dan Surat Keputusan

Kabupaten Dompu, NTB, membuka rangkaian dengan banjir setinggi 150 cm disertai petir. Pemerintah daerah merespons cepat dengan menetapkan Status Tanggap Darurat — karena memang itulah satu-satunya status yang bisa diaktifkan tanpa menunggu sinyal internet.
Sebanyak 287 keluarga terdampak, namun kabar baiknya, banjir sudah surut sebelum warga sempat menghafal nomor keputusan bupatinya.


Bima dan Mataram: Dua Kota, Satu Sungai, Banyak Harapan

Kota Bima ikut kebanjiran, sementara Mataram menyusul dengan air setinggi 30 cm — cukup untuk menguji kualitas sandal jepit produksi lokal.
Petugas gabungan melakukan pendataan, kegiatan paling rajin di musim hujan, sebab airnya sudah turun duluan sebelum formulirnya kering.


Kalimantan Utara: Sebatik Terapung Penuh Keteguhan

Di Nunukan, banjir menguji ketahanan warga Sebatik Timur dan Sebatik Tengah. Air naik hingga satu meter, namun BPBD setempat sudah melakukan “pemantauan langsung.” Belum diketahui apakah “langsung” berarti menggunakan perahu atau cukup dari video call.


Pasuruan: DAS Naik, Warga Pasrah

Kali ini air sungai Rejoso dan Grati ingin ikut wisata ke pemukiman warga. Ratusan rumah terendam, tapi untungnya logistik sudah disalurkan — karena banjir tanpa mi instan bukanlah banjir yang sempurna.


Banjir Rob: Antara Laut dan Nasib

Di Banjar, Kalimantan Selatan, banjir rob datang dan pergi seperti janji pejabat — surut pagi, kembali malam. Warga pun mulai menyebutnya “banjir shift malam.”
Sementara di Banyumas, banjir rob masih betah menetap, membuat 1.213 jiwa hidup dalam versi nyata dari “aquascape perumahan rakyat.”

BPBD sudah menyiapkan perahu sekoci, perahu politely, empat dayung, dan empat life jacket. Jumlah yang cukup — untuk lomba perahu mini, bukan untuk evakuasi massal.


Langit Kelabu, Imbauan Tak Pernah Redup

BNPB menutup laporannya dengan ramalan cuaca yang lebih panjang dari surat cinta: sebagian besar wilayah Indonesia akan berawan hingga hujan ringan, dengan potensi hujan sedang di hampir seluruh provinsi.
Pesan klasik pun disampaikan — warga diminta siaga, memantau ketinggian air, dan “melakukan evakuasi mandiri.”
Istilah “mandiri” di sini tampaknya berarti tanpa perahu, tanpa bantuan, dan tentu saja tanpa sinyal.


Akhir Kata: Di Negeri Seribu Sungai, Air Selalu Menang

Seperti biasa, Indonesia membuktikan bahwa bencana bukan hanya soal alam, tapi juga soal kebiasaan.
Setiap tahun, air datang, laporan dibuat, status ditetapkan, dan warga kembali menjemur kasur di pagar.
Dan di tengah itu semua, BNPB tetap hadir — dengan siaran pers yang tenang, rapi, dan penuh rasa harap — bahwa mungkin, suatu hari nanti, banjir hanya tinggal kenangan.
Atau minimal, tinggal di berita minggu lalu. (Ncank)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *