Shin Tae-yong Diminta Kembali ke Timnas Indonesia

Poros Demokrasi Jakarta- Seru, di sebuah kafe bernama Agreya Coffee, sekelompok tokoh lintas bidang berkumpul untuk membahas satu hal yang belakangan ramai diperbincangkan publik, yakni Shin Tae-yong, atau STY, kembali menahkodai Tim Nasional Indonesia.

Diskusi bertajuk “Pak Prabowo, Kembalikan Shin Tae-yong ke Timnas Indonesia” ini digelar oleh Cokro TV, Nalar Sports TV, Geo Live, dan Retorika Show. Acara berlangsung dari pukul empat hingga enam sore, dipandu oleh dua moderator, Noella Sisterina dan James Purba.

Di antara para pembicara hadir pengamat sepak bola Haris Pardede, pakar komunikasi politik sekaligus penggemar sepak bola Effendi Gazali, dan politisi Partai Gerindra Andre Rosiade yang bergabung secara daring melalui sambungan Zoom.

Kehadiran mereka bukan tanpa alasan. Tersingkirnya Timnas Indonesia dari Kualifikasi Piala Dunia 2026 disusul oleh pemecatan pelatih Patrick Kluivert, yang memantik kekecewaan banyak pihak. Di tengah ketidakpastian arah pembinaan sepak bola nasional, nama Shin Tae-yong kembali mencuat sebagai sosok yang dianggap mampu mengembalikan semangat dan performa tim Garuda.

Dalam forum tersebut, Andre Rosiade menilai bahwa mengembalikan STY merupakan pilihan yang logis. Menurutnya, pelatih asal Korea Selatan itu sudah memahami kultur sepak bola Indonesia, mengenal karakter pemain, dan terbukti membawa perubahan positif selama masa kepemimpinannya. “Selain faktor kedekatan dengan tim, dari sisi efisiensi juga lebih masuk akal. Ia sudah beradaptasi dengan sistem yang ada,” kata Andre.

Namun ia juga menekankan pentingnya kejelasan arah dari federasi. “PSSI harus menyiapkan target yang realistis tapi terukur. Jangan hanya euforia sesaat,” tambahnya.

Sementara itu, Effendi Gazali melihat persoalan ini bukan hanya dari sisi teknis, tetapi juga komunikasi publik. Ia menilai pemberhentian STY dilakukan secara tergesa-gesa, bahkan ironisnya terjadi setelah kemenangan bersejarah Indonesia atas Arab Saudi. “Situasi ini menunjukkan ada ketimpangan dalam cara federasi berkomunikasi dengan publik,” ujarnya.

Effendi juga menyebutkan bahwa perhatian terhadap sepak bola kini menjadi bagian dari dinamika politik nasional. Ia menilai tidak ada yang salah jika Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian pada kondisi sepak bola Indonesia. “Sepak bola sudah menjadi bahasa rakyat. Bila Presiden ikut memikirkan hal itu, justru menandakan kedekatan beliau dengan aspirasi masyarakat,” katanya.

Pengamat sepak bola Haris Pardede menambahkan bahwa masalah utama sepak bola Indonesia bukan hanya performa di lapangan, tetapi juga kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan. “Publik berhak tahu alasan di balik setiap kebijakan besar. Keputusan yang tertutup hanya akan memperpanjang ketidakpercayaan,” ujarnya.

Menurut Haris, komunikasi antara pemerintah, federasi, dan masyarakat perlu dibangun dengan cara yang terbuka. Ia menilai dialog antara Presiden Prabowo dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir adalah hal yang wajar. “Keduanya memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan sepak bola kita berkembang secara profesional,” tegasnya.

Menjelang penutupan, Andre Rosiade kembali menegaskan bahwa perhatian Presiden terhadap sepak bola tidak perlu diragukan. Ia menyebut Prabowo memiliki komitmen untuk membangun sistem olahraga nasional yang lebih kuat dan mandiri. “Sepak bola adalah cerminan karakter bangsa. Presiden ingin agar pembenahan dilakukan secara menyeluruh,” ujarnya menutup sesi diskusi.

Acara pun berakhir dengan tepuk tangan peserta dan aroma kopi yang tersisa di udara. Dari forum kecil itu, suara publik kembali menggema: keinginan agar sepak bola Indonesia tidak hanya menjadi tontonan emosional, tetapi juga cerminan profesionalisme dan konsistensi.

Dan di tengah segala perdebatan tentang siapa pelatih yang pantas, satu hal tampak jelas—rakyat Indonesia hanya ingin satu hal sederhana: melihat Garuda terbang tinggi, tanpa tersandung birokrasi atau drama di balik layar. (Athal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *